Rabu, 02 November 2016

Pancasila Sebagai Falsafah Kehidupan Bangsa



Pancasila Sebagai Falsafah Kehidupan Bangsa

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila
Dosen Pengampu : M.Sauki



Disusun Oleh :
1.    Rosyid Ridlo Al Hakim                      (16620003)
2.    Rakha Saputra                                    (16620006)
3.    Mutiara Pangestu                               (16620011)





JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA JOGJAKARTA
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat selesai pada waktunya. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih untuk Dosen Pengampu mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga kami dapat mnambah wawsan tentang “Falsafah Pancasila”. Dan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Falsafah Kehidupan Bangsa” ini kami buat untuk memenuhi tigas mata kuliah Pancasila. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat berguna dalam proses belajar mengajar.
            Makalah ini tidak luput dari kesalahan dan ketidak sempurnaan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, untuk itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf yang  sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan senantiasakami terima untuk menjadi acuan agar lebih baik lagi di masa yang akan datang.








Yogyakarta, 06 Oktober 2016




Penyusun                               


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam membentuk suatu sistem ketatanegaranaan-nya. Indonesia memiliki cara pandang yang unik dalam menyusun sebuah landasan dasar yang dianutnya. Landasan itu hadir dalam kepribadian bangsa itu sendiri yang secara menyeluruh bukan hanya perorangan.Kita dapat merasakan kehadiran dasar negara berada dalam setiap jiwa kita, baik secara ideologi, budaya, adat dan istiadat, agama, pola berpikir dan aspek yang lainnya.
Dasar itu adalah Pancasila yang sekarang kita kenal. Kita mengerti bahwasannya negara ini berlandaskan Pancasila, yang di sana Pancasila merupakan perjanjian luhur, cita-cita bangsa, sumber dari segala sumber hukum, dan ideologi. Namun kita perlu mengetahui bersama bahwa Pancasila adalah sumber yang statis namun ia dapat bersifat dinamis (berkembang) sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi, meskipun begitu, kita tidak boleh sembarangan dalam mennafsirkan isi Pancasila.
Oleh sebab itu, kita perlu pemikiran yang mendalam, terpadu, dan sistematis ketika hendak menerjemahkannya. Karena Pancasila adalah suatu sitem filasat (dasar filsafat negara dan filsafat bangsa Indonesia). Daripada itu dalam makalah ini kami mengambil judul “Pancasila SebagaiFalsafah Kehidupan Bangsa”.Kami pun menyadari bahwasannya saat ini generasi sekarang sudah mulai lupa mengenai Falsafah atau hakekat dari Pancasila.
Kemudian hal yang tak bisa diremehkan adalah Pancasila bukan suatu dasar yang disusun secara tiba-tiba melaikan, ia disusun secara sistematis dan mendalam di setiap silanya. Antara sila yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.



B.    RUMUSAN MASALAH
1.     Apa pengertian Pancasila berdasarkan falsafahnya ataupun hakekatnya?
2.     Apa relefansi filosofis sila demi sila dari Pancasila?


C.    TUJUAN
1.     Untuk mengerti dan memahami arti Pancasila berdasarkan falsafahnya ataupun hakekatnya.
2.     Untuk mengerti dan memahami relefansi  filosofis sila demi sila dari Pancasila.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PANCASILA
Menurut bahasa Pancasila dibagi menjadi dua kata, yaitu panca yang berarti lima dan sila yang berati dasar, jadi Pancasila berarti lima dasar. Namun, sebelumnya pancasila dikenal sejak zaman Majapahit yang tertera dalam buku Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebut pancasila mempunyai arti ‘berbatu segi yang lima’. Pancasila berasal dari bahasa sansakerta yang berarti pelaksanaan kesusilaan yang lima,’ yaitu:
1.     Tidak boleh melakukan kekerasan.
2.     Tidak boleh mencuri.
3.     Tidak boleh berjiwa dengki.
4.     Tidak boleh berbohong.
5.     Tidal boleh mabuk, minum minuman keras.[1]
Dari segi terminologiPancasila adalah nama dasar negara kita Negara Republik Indonesia sebagai dasar falsafah negara yang perumusannya terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus oleh PPKI.
Menurut Prof. Drs. Notonegoro SH Pancasila sebagai dasarnegara mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia (merupakan pokok negara yang fundamental). Pokok tersebut memiliki kedudukan yang tetap, kuat, tak berubah bagi negara yang di bentuk, sehingga dengan jalan hukum tidak dapat diubah.[2]
Pancasila sebagai pandangan hidup  bangsa Indonesia yang kita kenal sebagai “why of life”, oleh karena itu bangsa memandang kedepan persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan bijak seperti halnya memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya dengan begitu bangsa ini siap membangun negaranya sendiri kearah masa depan yang lebih baik.

Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Bahwasannya nilai yang terkandung dalam pancasila telah  mempribadi, mendarah daging, menjiwai, yang tak mungkin terpisahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia. Pada saat akan mendirikan negara republic Indonesia yang merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur. Para tokoh bangs Indonesia memusyawarahkan apa yang terbaik untuk dijadikan sebuah dasar negara dan pada akhirnya di temukanlah bahwasannya dasar negara Indonesia adalah pancasila.
Dari penjelasan diatas kita dapat mengerti bahwasannya pancasila memiliki nilai falsafah yang nantinya pancasila sebagai falsafah kehidupan bangsa Indonesia.  Pengertian tesebut tercermin dalam setiap sila-sila yang tedapat dari pancasila, kelima sila tersebut menunjukkan suatu rangkaian yang tersusun rapih yang memiliki tingkatan-tingkatan. Sila pertama dengan sila yang lain berbeda tingkatannya sebagai contoh sila pertama ketuhanan yang maha esa dia tidak dapat dipindah-pindah ke posisi sila yang lainnya, dia trletak di bagian pertama oleh karena itu sila-sila dalam pancasila tidak boleh dibalik-balik.
Setiap sila didalam pancasilasaling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Salah satu sila mencerminkan, meliputi dan menjiwai sila-sila yang lainnya. Oleh karena itu dapat kita buat skema:
1.     Sila pertama   :           Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai dari setiap
sila yang lainnya.
2.     Sila kedua       :           Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan jiwa danperasaan dalam setiap sila yang lainnya.
3.     Sila ketiga       :           Persatuan Indonesia merupakan perwujudan dari sila I dan II kemudian merupakan sebagai landasan dari sila berikutnya IV dan V. Bisa dikatakan sila perantara penghubung.
4.     Sila keempat   :           Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menjiwai dan dijiwai oleh sila I, II, III, dan V.
5.     Sila kelima     :           Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang merupakan puncak dari perwujudan sila-sila sebelumnya.
Oleh sebab itu, apa yang sebenarnya terjadi dan apa alasannya dasar negara kita adalah Pancasila. Nama itu dikemukakan ataupun dikenalkan oleh Ir. Soekarno, beliau mengutarakan bahwasannya selain kelima unsur itulah yang memang berakar kuat dalam jiwa bangsa Indonesia, beliau mengaku menyukai simbolisme angka lima. Angka lima memiliki nilai “keramat”  dalam antropologi masyarakat Indonesia.  Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indra. Apalagi yang lima bilangannya? (seorang yang hadir: Pandawa Lima). Pandawa pun lima bilangannya. Ada lima larangan “Mo-limo”. Taman Siswa dan Chuo Sangi In juga memiliki “Panca Darma”. Bintang yang dipakai oleh pelaut sebgai penunjuk arah memiliki lima sudut.[3]
Berikut ini merupakan kerangka berpikir dari urutan-urutan kelima sila yang berada dalam Pancasila yang tersusun rapi dan tak boleh dibolak-balik:
1.     Kita mengenal dalam sejarah kehidupan manusia sejak zaman dahulu kala, manusia mengerti dan memahami adanya kekuatan yang bersumber dari sesuatu yang tunggal dan kekuatan itu adalam zat yang menciptakan segala sesuatu. Pada saat itu umat manusia beranggapan bahwa ada penyebab dari adanya kejadian-kejadian yang dialami dan dilihatnya. Kemudian zat tersebut pula yang menentukan nasib dan takdir manusia. Zat tersebut adalah Tuhan Sang Pencipta .
2.     Tuhan memiliki sifat maha sempurna, maha luhur, maha kuasa, maha agung, maha esa, esa dalam Zatnya, esa dalam sifatnya, esa dalam perbuatannya, oleh sebab itu tiada yang dapat menyamai-Nya. Kepada-Nyalah manusia menyembah, Dialah yang mutlak adanya. Masyarakat Indonesia hidup dalam keberadaan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjadikan keyakinan ini sebagai landasan negara yang pertama.
3.     Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang palig sempurna. Manusia diberi kelebihan berupa akal yang dapat berkembang oleh Tuhan. Kesempurnaan yang lainnya adalah akal tersebut dibarengi dengan rasa dan nurani. Namun, kesempurnaan manusia tidaklah mutlak akan tetapi, ada batasannya. Hidup manusia sangatlah tergantung pada Tuhan dan juga selain itu bergantung pula pada sesama manusia yang lainnya. Hal tersebut yang menjadikan manusia memiliki sifat kemanusiaan. Sifat kemanusiaan yang harus dimiliki dan dijaga adalah  keseimbangan yang harmonis dan dinamis. Sifat-sifattersebut tercermin dalam kehidupan bangsa Indonesia. Maka tepatlah, jika kemanusiaan ini dijadikan landasan hidup kedua setelah Ketuhanan.
4.     Manusia secara sadan maupun tidak sadar memmbawa sifat monodualisme sebagai kodrat dari Tuhan kepada manusia. Dalam hidup dan kehidupannya manusia ada yang membawa bekal-bekal sama  namun berbeda tujuannya, ada yang membawa bekal yang berbeda namun sama tujuannya, dan begitu sebaliknya. Dalam pembawaan kodrati yang monodualis ini maka kehidupan antar manusia yang satu dengan yang lainnya akan berkembang adanya persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dalam segala aspek kehidupannya, yang kemudian memunculkan adanya kelompok, golongan, suku, ras, agama, adat dan istiadat, budaya dan yang lainnya. Memang hal tersebut diperlukan karena manusia haruslah terorganisir dan mengatur kehidupan bersama. Maka dari itu, perlu diadakannya landasan persatuan, agar sifat monodualismenya tidak berkembang ke arah perpecahan. Tepatlah jika persatuan ini dijadikan landasan yang ketiga setelah kemanusiaan.
5.     Hidup bermasyarakat adalah kenyataan yang dialami oleh manusia. Salah satu hal yang mengikat orang dan hampir seluruh kehidupan adalah negara. Setiap orang menjadi warga dari suatu negara disebut rakyat. Rakyat adalah jmlah dari seluruh warga yang bersama-sama dalam kebersamaan di dalam suatu negara. Dalam kehidupan bersama ini diperlukan adanya landasan untuk menjaga dan mengakui keberadaan semua warga,  yang mencangkup hak dan kewajibannya. Yang terpenting adalah pengaturan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, yang dikenal sebagai kerakyatan dan menjadi sila keempat.
6.     Pada akhir kehidupan timbullah rasa yang baik, yakni adanya keadilan yang merata bagi setiap dan semua warga (rakyat). Di mana negara sebagai yang mewujudkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan makmur. Oleh sebab itu terciptalah kehidupan yang berkeadilan sosial, menjadi sila terakhir dan pada puncaknya.





B.    RELEFANSI FILOSOFIS SILA-SILA PANCASILA
Pembahasaan selanjutnya mengenai relefansi filosofis sila-sila Pancasilaatau hubungan di antara sila-silanya. Kemudian sila-sila itu di amalkan tanpa meninggalkan satu, sebagian, atau sila yang lainnya. Berikut penjelasannya:
1.     Sila I: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan merupakan kata yang berasal dari kata Tuhan. Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang menjadi sebab pertama dari terbentuknya alam semesta ini. Kemudian kata Yang Maha Esa merupakan sifat dari Tuhan yang berbeda dengan ciptaannya, dia hanyalah tunggal dan tak berbilang.
Sifat Kemaha Esa-an Tuhan ini meliputi Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam zat-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya, Esa dalam kehendak-Nya. Dengan adanya itu maka Tuhan itu maha sempurna dalam sifat-Nya, sempurna dalam zat-Nya, tidak sama dengan makhluk-Nya, sempurna dalam peerbuatan-Nya, keberadaan-Nya mutlak adanya.
Sifa-sifat berketuhanan dan meyakini adanya Tuhan adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia dan itu tidak boleh ditentang. Bahwasannya atheis yang menyatakan Tuhan itu tidak ada itu semua bohong, padahal sering kita jumpai bahwa ketika manusia dalam keadaan terdesak pasti manusia akan berharap akan adanya sesuatu hal yang baik.
Pada dasarnya Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang Maha Esa. Sebagai landasan negara bukan hanya orang/bangsa Indonesia yang ber-Tuhan, tetapi negara Indonesia juga ber-Tuhankan Yang Maha Esa. Bukan hanya jiwa bangsanya saja yang memiliki Tuhan tetapi negara juga harus mencerminkan Ketuhanan, yang melindungi setiap pemeluk tanpa membeda-bedakan agama yang satu dengan agama yang lainnya. Bukan hanya pada lintas agama saja namun pencerminan dari sila ini juga diterapkan dalam semua aspek.
Sila pertama ini menjadi bagian yang paling pokok karena sila ini merupakan dasar dari keempat sila yang ada. Sila ini menjadi sumber moral dari pelaksanaan sila-sila yang lainnya.
Sila Ketuhanan:
                           I.          Menjiwai, membimbing dan mendasari perwujudan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
                         II.          Menggalangkan Persatuan Indonesia yang di dalam bangsa Indonesia terdapat banyaknya golongan, suku, agama dan yang lainnya.
                       III.          Membimbing terwujudnya pelaksanaan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
                      IV.          Mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah hakikat/filosofis dan hubungan antara sila pertama dengan empat sila yang ada maka, sebagai bangsa kita harus mewujudkan:
1.     Mengakui dan melindungi agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.     Negara memberikan jaminan kebebasan kepada setiap warga negara/penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama yang diyakininya.
3.     Di dalam negara tidak boleh ada faham yang meniadakan keyakinan tehadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama, atau atheisme.
4.     Sikap dan perbuatan Negara/Pemerintahan Negara tidak boleh anti atau bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa/keagamaan.
5.     Harus merasa wajib diri mengakui dan berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
6.     Mewujudkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
7.     Menunjukkan toleransi terhadap kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agama dan keyakinannya itu.[4]

2.     Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Istilah “kemanusiaan” itu adalah “kesesuaian dengan hakekat manusia.” Sila kedua dari Pancasila mengandung cita-cita kemanusiaan, yang lengkap sempurna memenuhi hakekat manusia. Setiap sila Pancasila memiliki hubungan dengan sila-sila yang lainnya, sehingga kemanusiaan adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ada hal yang lain mengenai unsur hakekat manusia, jiwa-raga, akal-rasa-kehendak, sifat perorangan, dan sifat makhluk sosial, yang perlu menjadi perhatian, yakni keinginan setiap manusia untuk mencapai tujuan, adil dan beradab. Bahwa kemanusiaan mengandung arti adil bagi diri sendiri, terhadap sesama manusia, dan terhadap Tuhan. Sehingga tepatlah apabila sila yang kedua adalah kemanusiaan yang adil dan beadab, yang daripada itu bangsa dan Negara Indonesia tidak sempit mengandung harga diri yang berlebihan akan tetapi adil dalam setiap dan semua warganya.
Adapun arti dari istilah beradap dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni terlaksananya penjelmaan dari unsur-unsur hakekat manusia, jiwa-raga, akal-rasa-kehendak, serta siat kodrat perseorangan dan makhluk sosial. Menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebai acuannya. Dan dari beradap itu adalah bentuk dan penyelenggaraan hidup yang bermartabat setinggi-tingginya.[5]
3.     Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan dapat diartikan sebagai penyatuan dari segala keberagaman, keanekaragaman, perbedaan, dari segala aspek kehidupan seperti suku, agama, ras, bahasa daerah, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari keanekaragaman seperti itu sudah tak asing lagi. Hidup berdampingan dengan tetangga, teman, kerabat yang berbeda agama, tetapi semua saling menghargai satu sama lain. Tidak ada perbedaan dan tidak ada permasalahan yang menyangkut persoalan hidup beragama yang beragam tersebut. Unsur-unsur persatuan sudah ada sejak zaman dahulu, zaman perjuangan bangsa Indonesia dalam merebutkan hak kemerdekaan atas penjajah. Semangat juang dalam mempersatukan perbedaan tersebut sangatlah luar biasa, demi mencapai satu tujuan bangsa Indonesia merdeka.
Saat ini perbedaan persoalan agama yang hidup berdampingan satu sama lain yang berbeda agama sudah menjadi ciri khas negara Indonesia bagi warga asing. Indonesia dalam pandangan warga asing adalah negara dengan agama prioritas Islam, tetapi di luar agama tersebut masih banyak penganut-penganut kepercayaan non-Islam, dan hal tersebut bukan menjadi suatu masalah, namun menjadi suatu keunikan tersendiri. Suatu masjid berdampingan dengan gereja dan vihara, hal tersebut membuat suatu kesan bahwa hidup berdampingan antar manusia beragama adalah toleransi beragama, dalam perbedaan agama itu perlu dibentuk persatuan dalam upaya nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia.
4.     Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sila ini merupakan lamgkah yang dipilih bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan tercapainya tujuan hidup berbangs dan bernegara, yakni dalam mewujudkan madyarakat adil dan makmur. Sila ini diyakini sebagai satu-satunya alternative yang dilandasi keyakinan bahwa hanya dalam prinsip kerakyatan sajalah yang paling sesuai dengan prinsio kesadaran hakikat hidup sebagaimana tersimpul dalam sila pertama, kedua dan ketiga.
Bagi bangsa Indonesia kerakyatan atau demokrasi disamping sebagai alat, maka ia juga merupkan kepercayaan. Hanya dengan kerakyatanlah yang dapat menghantarkn rakyat Indonesia mencapai tujun bernegara dan berbangsa. Dengan musyawarah untuk mufakat, dapat kita perbaiki degala hal, juga keselamatan agama dengan cara melakukan dialog pembicaraan atau permusyawaratan dalam suatu lembaga.

5.     Sila kelima      :  Keadilan Sosial

Apabila dilihat dari segi fungsi, maka sila kelima ini dapat dikatakan sebgai tujuan negara, tujuan yang paling utama yakni untuk dapat mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan ini sejaln dengan pendpat Notonegara yang menyatakan berada dalam pancasila sila terakhir, ini merupakan tujuan dari keempat  sila yang mendahuluinya, dan menjadi tujuan bangsa kita bernegara (Notonegoro, tt:136).
Sila kelima bekedudukan sebagai tujuan, berarti sempurnalah unsure-unsur yang diperlukan untuk membentuk satu kesatuan pandangan hidup. Jika sila pertama, kedua, ketiga menggambarkan pndangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia, sila keempat menunjukkan cara-cara yang harus dilakukan sesuai dengan prinsip dan keyakinan dalam upaya terwujudnya dan cita-cita negara, maka sila kelima menggambarkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian pancasila dapat dinyatakan sebagai suatu system filsafat hidup, karena telah dilengkapi dengan tiga unsure. Sila kelima pad intinya terletak pada rumusan keadilan social, pengertian adil dan merata seperti yang termuat dalam keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.


KESIMPULAN
            Pancasila adalah dasar negara Indonesia sekaligus ideologi bangsa yang berciri khas Nusantara ini. Dalam kelima pasal Pancasila tersebut terdapat nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia, sebelum penjajah datang, ketika dijajah, hingga setelah merdeka, semua nilai-nilai Pancasila masih tertanam dalam benak seluruh manusia bertanah air Indonesia ini. Indonesia ialah negara kepulauan dengan keanekaragaman segala aspek kehidupan, mampu mempersatukan keanekaragaman tersebut untuk menjadi semangat dalam nasionalisme dan patriotisme kebangsaan Indonesia. Pancasila telah menjadi bagian penting dalam unsur negara Indonesia yang kokoh ini. Sejak pengusiran penjajah hingga zaman modern saat ini, Pancasila masih tetap utuh. Segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia berada dalam Pancasila yang berjumlah lima sila.



DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro. 1980. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
Daman, Rozikin. 1995. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Latif, Yudi. 2012. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Katualitas Pancasila.            Jakarta: PT Gramedia.
Parwanto, Isnawan Dwi. 2008. Falsafah bangsa Indonesia: paradigm memahami pancasila dan      UUD negara republic Indonesia. Solo: ISI Press Solo.


[1]Dalam buku Pancasila Dasar Falsafah Negara karangan Drs. Rozikin Daman hal 1.
[2]Dalam buku Pancasila Dasar Falsafah Negara karangan Drs. Rozikin Daman hal 10.
[3]Negara Paripurna, Yudi Latif, 2012, hal 17.
[4]Pancasila Dasar Falsafah Negara, Drs. Rozikin Daman, 1995, hal 98.
[5]Pancasila Secara Ilmiah Populer oleh Prof. Notonagoro. Hal 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar