Pancasila
Sebagai Falsafah Kehidupan Bangsa
Makalah Ini
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila
Dosen Pengampu :
M.Sauki
Disusun Oleh :
1. Rosyid Ridlo Al Hakim (16620003)
2. Rakha Saputra (16620006)
3. Mutiara Pangestu (16620011)
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA
JOGJAKARTA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat selesai pada waktunya. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih untuk Dosen
Pengampu mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sehingga kami dapat mnambah wawsan tentang “Falsafah Pancasila”. Dan terima
kasih untuk semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah
yang berjudul “Pancasila
Sebagai Falsafah Kehidupan Bangsa”
ini kami buat untuk memenuhi tigas mata kuliah Pancasila. Kami berharap dengan
adanya makalah ini dapat berguna dalam proses belajar mengajar.
Makalah
ini tidak luput dari kesalahan dan ketidak sempurnaan karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT, untuk itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan
senantiasakami terima untuk menjadi acuan agar lebih baik lagi di masa yang
akan datang.
Yogyakarta, 06 Oktober 2016
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam membentuk suatu
sistem ketatanegaranaan-nya. Indonesia memiliki cara pandang yang unik dalam
menyusun sebuah landasan dasar yang dianutnya. Landasan itu hadir dalam
kepribadian bangsa itu sendiri yang secara menyeluruh bukan hanya
perorangan.Kita dapat merasakan kehadiran dasar negara berada dalam setiap jiwa
kita, baik secara ideologi, budaya, adat dan istiadat, agama, pola berpikir dan
aspek yang lainnya.
Dasar itu adalah Pancasila yang sekarang kita kenal. Kita mengerti
bahwasannya negara ini berlandaskan Pancasila, yang di sana Pancasila merupakan
perjanjian luhur, cita-cita bangsa, sumber dari segala sumber hukum, dan
ideologi. Namun kita perlu mengetahui bersama bahwa Pancasila adalah sumber
yang statis namun ia dapat bersifat dinamis (berkembang) sesuai dengan
kebutuhannya. Akan tetapi, meskipun begitu, kita tidak boleh sembarangan dalam
mennafsirkan isi Pancasila.
Oleh sebab itu, kita perlu pemikiran yang mendalam, terpadu, dan
sistematis ketika hendak menerjemahkannya. Karena Pancasila adalah suatu sitem
filasat (dasar filsafat negara dan filsafat bangsa Indonesia). Daripada itu
dalam makalah ini kami mengambil judul “Pancasila SebagaiFalsafah Kehidupan
Bangsa”.Kami pun menyadari bahwasannya saat ini generasi sekarang sudah mulai
lupa mengenai Falsafah atau hakekat dari Pancasila.
Kemudian hal yang tak bisa diremehkan adalah Pancasila bukan suatu
dasar yang disusun secara tiba-tiba melaikan, ia disusun secara sistematis dan
mendalam di setiap silanya. Antara sila yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian Pancasila berdasarkan falsafahnya ataupun hakekatnya?
2. Apa
relefansi filosofis sila demi sila dari Pancasila?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengerti dan memahami arti Pancasila berdasarkan falsafahnya ataupun
hakekatnya.
2. Untuk
mengerti dan memahami relefansi
filosofis sila demi sila dari Pancasila.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PANCASILA
Menurut bahasa Pancasila dibagi menjadi dua kata, yaitu panca yang berarti lima dan sila
yang berati dasar, jadi Pancasila berarti lima dasar.
Namun, sebelumnya pancasila dikenal
sejak zaman Majapahit yang tertera dalam buku Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku Sutasoma
karangan Empu Tantular. Dalam buku
tersebut pancasila mempunyai arti ‘berbatu segi yang lima’. Pancasila berasal
dari bahasa sansakerta yang berarti ‘pelaksanaan kesusilaan yang
lima,’ yaitu:
1.
Tidak boleh melakukan kekerasan.
2.
Tidak boleh mencuri.
3.
Tidak boleh berjiwa dengki.
4.
Tidak boleh berbohong.
5.
Tidal boleh mabuk, minum minuman keras.[1]
Dari segi terminologiPancasila adalah nama dasar
negara kita Negara Republik Indonesia sebagai dasar
falsafah negara yang perumusannya terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus oleh PPKI.
Menurut Prof. Drs. Notonegoro SH Pancasila
sebagai dasarnegara mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum
bangsa Indonesia (merupakan pokok negara yang fundamental). Pokok tersebut memiliki
kedudukan yang tetap, kuat, tak berubah bagi negara yang di bentuk, sehingga
dengan jalan hukum tidak dapat diubah.[2]
Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia yang kita kenal
sebagai “why of life”, oleh karena itu bangsa memandang kedepan
persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan bijak seperti halnya memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya dengan begitu bangsa ini
siap membangun negaranya sendiri kearah masa depan yang lebih baik.
Pancasila sebagai jiwa dan
kepribadian bangsa. Bahwasannya nilai yang terkandung dalam pancasila
telah mempribadi, mendarah daging,
menjiwai, yang tak mungkin terpisahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai perjanjian
luhur rakyat Indonesia. Pada saat akan mendirikan negara republic Indonesia
yang merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur. Para tokoh bangs Indonesia
memusyawarahkan apa yang terbaik untuk dijadikan sebuah dasar negara dan pada
akhirnya di temukanlah bahwasannya dasar negara Indonesia adalah pancasila.
Dari penjelasan diatas kita
dapat mengerti bahwasannya pancasila memiliki nilai falsafah yang nantinya
pancasila sebagai falsafah kehidupan bangsa Indonesia. Pengertian tesebut tercermin dalam setiap
sila-sila yang tedapat dari pancasila, kelima sila tersebut menunjukkan suatu
rangkaian yang tersusun rapih yang memiliki tingkatan-tingkatan. Sila pertama
dengan sila yang lain berbeda tingkatannya sebagai contoh sila pertama
ketuhanan yang maha esa dia tidak dapat dipindah-pindah ke posisi sila yang
lainnya, dia trletak di bagian pertama oleh karena itu sila-sila dalam pancasila
tidak boleh dibalik-balik.
Setiap sila didalam
pancasilasaling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Salah satu sila
mencerminkan, meliputi dan menjiwai sila-sila yang lainnya. Oleh karena itu
dapat kita buat skema:
1. Sila pertama : Ketuhanan Yang
Maha Esa mendasari dan menjiwai dari setiap
sila yang lainnya.
2. Sila kedua : Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab merupakan jiwa danperasaan dalam setiap sila yang lainnya.
3. Sila ketiga : Persatuan
Indonesia merupakan perwujudan dari sila I dan II kemudian merupakan sebagai
landasan dari sila berikutnya IV dan V. Bisa dikatakan sila perantara
penghubung.
4. Sila keempat : Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menjiwai
dan dijiwai oleh sila I, II, III, dan V.
5. Sila kelima : Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang merupakan puncak dari perwujudan sila-sila
sebelumnya.
Oleh sebab itu, apa yang sebenarnya
terjadi dan apa alasannya dasar negara kita adalah Pancasila. Nama itu
dikemukakan ataupun dikenalkan oleh Ir. Soekarno, beliau mengutarakan
bahwasannya selain kelima unsur itulah yang memang berakar kuat dalam jiwa
bangsa Indonesia, beliau mengaku menyukai simbolisme angka lima. Angka lima
memiliki nilai “keramat” dalam
antropologi masyarakat Indonesia. Rukun
Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indra.
Apalagi yang lima bilangannya? (seorang yang hadir: Pandawa Lima). Pandawa pun
lima bilangannya. Ada lima larangan “Mo-limo”. Taman Siswa dan Chuo Sangi In
juga memiliki “Panca Darma”. Bintang yang dipakai oleh pelaut sebgai penunjuk
arah memiliki lima sudut.[3]
Berikut ini merupakan kerangka berpikir
dari urutan-urutan kelima sila yang berada dalam Pancasila yang tersusun rapi
dan tak boleh dibolak-balik:
1. Kita mengenal dalam sejarah kehidupan
manusia sejak zaman dahulu kala, manusia mengerti dan memahami adanya kekuatan
yang bersumber dari sesuatu yang tunggal dan kekuatan itu adalam zat yang
menciptakan segala sesuatu. Pada saat itu umat manusia beranggapan bahwa ada
penyebab dari adanya kejadian-kejadian yang dialami dan dilihatnya. Kemudian
zat tersebut pula yang menentukan nasib dan takdir manusia. Zat tersebut adalah
Tuhan Sang Pencipta .
2. Tuhan memiliki sifat maha sempurna, maha
luhur, maha kuasa, maha agung, maha esa, esa dalam Zatnya, esa dalam sifatnya,
esa dalam perbuatannya, oleh sebab itu tiada yang dapat menyamai-Nya.
Kepada-Nyalah manusia menyembah, Dialah yang mutlak adanya. Masyarakat
Indonesia hidup dalam keberadaan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjadikan
keyakinan ini sebagai landasan negara yang pertama.
3. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan
yang palig sempurna. Manusia diberi kelebihan berupa akal yang dapat berkembang
oleh Tuhan. Kesempurnaan yang lainnya adalah akal tersebut dibarengi dengan
rasa dan nurani. Namun, kesempurnaan manusia tidaklah mutlak akan tetapi, ada
batasannya. Hidup manusia sangatlah tergantung pada Tuhan dan juga selain itu
bergantung pula pada sesama manusia yang lainnya. Hal tersebut yang menjadikan
manusia memiliki sifat kemanusiaan. Sifat kemanusiaan yang harus dimiliki dan
dijaga adalah keseimbangan yang harmonis
dan dinamis. Sifat-sifattersebut tercermin dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Maka tepatlah, jika kemanusiaan ini dijadikan landasan hidup kedua setelah
Ketuhanan.
4. Manusia secara sadan maupun tidak sadar
memmbawa sifat monodualisme sebagai kodrat dari Tuhan kepada manusia. Dalam
hidup dan kehidupannya manusia ada yang membawa bekal-bekal sama namun berbeda tujuannya, ada yang membawa
bekal yang berbeda namun sama tujuannya, dan begitu sebaliknya. Dalam pembawaan
kodrati yang monodualis ini maka kehidupan antar manusia yang satu dengan yang
lainnya akan berkembang adanya persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
dalam segala aspek kehidupannya, yang kemudian memunculkan adanya kelompok,
golongan, suku, ras, agama, adat dan istiadat, budaya dan yang lainnya. Memang
hal tersebut diperlukan karena manusia haruslah terorganisir dan mengatur kehidupan
bersama. Maka dari itu, perlu diadakannya landasan persatuan, agar sifat
monodualismenya tidak berkembang ke arah perpecahan. Tepatlah jika persatuan
ini dijadikan landasan yang ketiga setelah kemanusiaan.
5. Hidup bermasyarakat adalah kenyataan yang
dialami oleh manusia. Salah satu hal yang mengikat orang dan hampir seluruh
kehidupan adalah negara. Setiap orang menjadi warga dari suatu negara disebut
rakyat. Rakyat adalah jmlah dari seluruh warga yang bersama-sama dalam
kebersamaan di dalam suatu negara. Dalam kehidupan bersama ini diperlukan
adanya landasan untuk menjaga dan mengakui keberadaan semua warga, yang mencangkup hak dan kewajibannya. Yang
terpenting adalah pengaturan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat, yang dikenal sebagai kerakyatan dan menjadi sila keempat.
6. Pada akhir kehidupan timbullah rasa yang
baik, yakni adanya keadilan yang merata bagi setiap dan semua warga (rakyat).
Di mana negara sebagai yang mewujudkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan makmur.
Oleh sebab itu terciptalah kehidupan yang berkeadilan sosial, menjadi sila
terakhir dan pada puncaknya.
B.
RELEFANSI
FILOSOFIS SILA-SILA PANCASILA
Pembahasaan selanjutnya mengenai relefansi filosofis sila-sila
Pancasilaatau hubungan di antara sila-silanya. Kemudian sila-sila itu di
amalkan tanpa meninggalkan satu, sebagian, atau sila yang lainnya. Berikut
penjelasannya:
1.
Sila
I: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan merupakan kata yang berasal dari kata Tuhan. Tuhan yang
menciptakan segala sesuatu yang menjadi sebab pertama dari terbentuknya alam
semesta ini. Kemudian kata Yang Maha Esa merupakan sifat dari Tuhan yang
berbeda dengan ciptaannya, dia hanyalah tunggal dan tak berbilang.
Sifat Kemaha Esa-an Tuhan ini meliputi Esa dalam sifat-Nya, Esa
dalam zat-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya, Esa dalam kehendak-Nya. Dengan adanya
itu maka Tuhan itu maha sempurna dalam sifat-Nya, sempurna dalam zat-Nya, tidak
sama dengan makhluk-Nya, sempurna dalam peerbuatan-Nya, keberadaan-Nya mutlak
adanya.
Sifa-sifat berketuhanan dan meyakini adanya Tuhan adalah fitrah
yang dimiliki oleh setiap manusia dan itu tidak boleh ditentang. Bahwasannya
atheis yang menyatakan Tuhan itu tidak ada itu semua bohong, padahal sering
kita jumpai bahwa ketika manusia dalam keadaan terdesak pasti manusia akan berharap
akan adanya sesuatu hal yang baik.
Pada dasarnya Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan yang Maha Esa. Sebagai landasan negara bukan hanya
orang/bangsa Indonesia yang ber-Tuhan, tetapi negara Indonesia juga
ber-Tuhankan Yang Maha Esa. Bukan hanya jiwa bangsanya saja yang memiliki Tuhan
tetapi negara juga harus mencerminkan Ketuhanan, yang melindungi setiap pemeluk
tanpa membeda-bedakan agama yang satu dengan agama yang lainnya. Bukan hanya
pada lintas agama saja namun pencerminan dari sila ini juga diterapkan dalam
semua aspek.
Sila pertama ini menjadi bagian yang paling pokok karena sila ini
merupakan dasar dari keempat sila yang ada. Sila ini menjadi sumber moral dari
pelaksanaan sila-sila yang lainnya.
Sila Ketuhanan:
I.
Menjiwai,
membimbing dan mendasari perwujudan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
II.
Menggalangkan
Persatuan Indonesia yang di dalam bangsa Indonesia terdapat banyaknya golongan,
suku, agama dan yang lainnya.
III.
Membimbing
terwujudnya pelaksanaan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
IV.
Mewujudkan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah hakikat/filosofis dan hubungan antara sila pertama dengan
empat sila yang ada maka, sebagai bangsa kita harus mewujudkan:
1.
Mengakui
dan melindungi agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia yang berdasar Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2.
Negara
memberikan jaminan kebebasan kepada setiap warga negara/penduduk untuk memeluk
agama dan beribadah menurut agama yang diyakininya.
3.
Di
dalam negara tidak boleh ada faham yang meniadakan keyakinan tehadap Tuhan Yang
Maha Esa, anti agama, atau atheisme.
4.
Sikap
dan perbuatan Negara/Pemerintahan Negara tidak boleh anti atau bertentangan
dengan Ketuhanan Yang Maha Esa/keagamaan.
5.
Harus
merasa wajib diri mengakui dan berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
6.
Mewujudkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
7.
Menunjukkan
toleransi terhadap kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan
beribadah menurut agama dan keyakinannya itu.[4]
2.
Sila
kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Istilah “kemanusiaan” itu adalah “kesesuaian dengan hakekat
manusia.” Sila kedua dari Pancasila mengandung cita-cita kemanusiaan, yang
lengkap sempurna memenuhi hakekat manusia. Setiap sila Pancasila memiliki
hubungan dengan sila-sila yang lainnya, sehingga kemanusiaan adalah kemanusiaan
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpesatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Ada hal yang lain mengenai unsur hakekat manusia, jiwa-raga,
akal-rasa-kehendak, sifat perorangan, dan sifat makhluk sosial, yang perlu
menjadi perhatian, yakni keinginan setiap manusia untuk mencapai tujuan, adil
dan beradab. Bahwa kemanusiaan mengandung arti adil bagi diri sendiri, terhadap
sesama manusia, dan terhadap Tuhan. Sehingga tepatlah apabila sila yang kedua
adalah kemanusiaan yang adil dan beadab, yang daripada itu bangsa dan Negara
Indonesia tidak sempit mengandung harga diri yang berlebihan akan tetapi adil
dalam setiap dan semua warganya.
Adapun arti dari istilah beradap dalam sila kemanusiaan yang adil
dan beradab, yakni terlaksananya penjelmaan dari unsur-unsur hakekat manusia,
jiwa-raga, akal-rasa-kehendak, serta siat kodrat perseorangan dan makhluk
sosial. Menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebai acuannya. Dan dari beradap itu
adalah bentuk dan penyelenggaraan hidup yang bermartabat setinggi-tingginya.[5]
3.
Sila
ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan dapat diartikan sebagai penyatuan dari segala
keberagaman, keanekaragaman, perbedaan, dari segala aspek kehidupan seperti
suku, agama, ras, bahasa daerah, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari keanekaragaman seperti itu
sudah tak asing lagi. Hidup berdampingan dengan tetangga, teman, kerabat yang
berbeda agama, tetapi semua saling menghargai satu sama lain. Tidak ada
perbedaan dan tidak ada permasalahan yang menyangkut persoalan hidup beragama
yang beragam tersebut. Unsur-unsur persatuan sudah ada sejak zaman dahulu,
zaman perjuangan bangsa Indonesia dalam merebutkan hak kemerdekaan atas
penjajah. Semangat juang dalam mempersatukan perbedaan tersebut sangatlah luar
biasa, demi mencapai satu tujuan bangsa Indonesia merdeka.
Saat ini perbedaan persoalan agama yang hidup
berdampingan satu sama lain yang berbeda agama sudah menjadi ciri khas negara
Indonesia bagi warga asing. Indonesia dalam pandangan warga asing adalah negara
dengan agama prioritas Islam, tetapi di luar agama tersebut masih banyak
penganut-penganut kepercayaan non-Islam, dan hal tersebut bukan menjadi suatu
masalah, namun menjadi suatu keunikan tersendiri. Suatu masjid berdampingan
dengan gereja dan vihara, hal tersebut membuat suatu kesan bahwa hidup
berdampingan antar manusia beragama adalah toleransi beragama, dalam perbedaan
agama itu perlu dibentuk persatuan dalam upaya nasionalisme dan cinta tanah air
Indonesia.
4. Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Sila ini
merupakan lamgkah yang dipilih bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan
tercapainya tujuan hidup berbangs dan bernegara, yakni dalam mewujudkan madyarakat
adil dan makmur. Sila ini diyakini sebagai satu-satunya alternative yang
dilandasi keyakinan bahwa hanya dalam prinsip kerakyatan sajalah yang paling
sesuai dengan prinsio kesadaran hakikat hidup sebagaimana tersimpul dalam sila
pertama, kedua dan ketiga.
Bagi bangsa
Indonesia kerakyatan atau demokrasi disamping sebagai alat, maka ia juga
merupkan kepercayaan. Hanya dengan kerakyatanlah yang dapat menghantarkn rakyat
Indonesia mencapai tujun bernegara dan berbangsa. Dengan musyawarah untuk
mufakat, dapat kita perbaiki degala hal, juga keselamatan agama dengan cara
melakukan dialog pembicaraan atau permusyawaratan dalam suatu lembaga.
5. Sila kelima : Keadilan Sosial
Apabila
dilihat dari segi fungsi, maka sila kelima ini dapat dikatakan sebgai tujuan negara,
tujuan yang paling utama yakni untuk dapat mewujudkan suatu keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan ini sejaln dengan pendpat Notonegara
yang menyatakan berada dalam pancasila sila terakhir, ini merupakan tujuan dari
keempat sila yang mendahuluinya, dan
menjadi tujuan bangsa kita bernegara (Notonegoro, tt:136).
Sila kelima bekedudukan sebagai tujuan, berarti
sempurnalah unsure-unsur yang diperlukan untuk membentuk satu kesatuan
pandangan hidup. Jika sila pertama, kedua, ketiga menggambarkan pndangan hidup
yang diyakini bangsa Indonesia, sila keempat menunjukkan cara-cara yang harus
dilakukan sesuai dengan prinsip dan keyakinan dalam upaya terwujudnya dan
cita-cita negara, maka sila kelima menggambarkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian pancasila dapat dinyatakan sebagai suatu system filsafat hidup,
karena telah dilengkapi dengan tiga unsure. Sila kelima pad intinya terletak
pada rumusan keadilan social, pengertian adil dan merata seperti yang termuat
dalam keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
KESIMPULAN
Pancasila adalah dasar negara Indonesia sekaligus
ideologi bangsa yang berciri khas Nusantara ini. Dalam kelima pasal Pancasila
tersebut terdapat nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang
bangsa Indonesia, sebelum penjajah datang, ketika dijajah, hingga setelah
merdeka, semua nilai-nilai Pancasila masih tertanam dalam benak seluruh manusia
bertanah air Indonesia ini. Indonesia ialah negara kepulauan dengan
keanekaragaman segala aspek kehidupan, mampu mempersatukan keanekaragaman
tersebut untuk menjadi semangat dalam nasionalisme dan patriotisme kebangsaan
Indonesia. Pancasila telah menjadi bagian penting dalam unsur negara Indonesia
yang kokoh ini. Sejak pengusiran penjajah hingga zaman modern saat ini,
Pancasila masih tetap utuh. Segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia berada
dalam Pancasila yang berjumlah lima sila.
DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro.
1980. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
Daman, Rozikin.
1995. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Latif, Yudi.
2012. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Katualitas Pancasila. Jakarta: PT Gramedia.
Parwanto,
Isnawan Dwi. 2008. Falsafah bangsa
Indonesia: paradigm memahami pancasila dan UUD
negara republic Indonesia. Solo: ISI Press Solo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar